expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sabtu, 12 Mei 2012

ASCAR (ASINAN CARICA)-makanan khas Wonosobo

Makanan khas Wonosobo inovasi terbaru pengolahan buah Carica (buah khas Dieng) produksi : Tim PKM-K UNNES 2011 RETAIL : Rp5.000,00 melayani pesanan dalam jumlah banyak (harga dan kemasan sesuai kesepakatan) pemesanan min 3 hari sebelum order? -hubungi : 085647907837 (sms only) -message or comment in FB : Bayuningrum Widjie Widjaya nb : tanpa bahan pengawet

Jumat, 16 Maret 2012

Gemuruh Jiwaku

Redalah gemuruh jiwaku . Redalah
Biarkan semua rasa menguap
Menghilang . Terbang melayang bagai camar
Meninggalkan nyilu-nyilu
Dalam kamar-kamar jiwa pengisi hati
Karena ragu tak lagi perlu
Bagi mereka yang sudi berseru
Gelisah-resah
Tenanglah, tenang, gemuruh jiwaku
Tak perlu halangi yang ingin pergi
Biarkan mereka berlalu
Jangan sandera mereka
dalam perih kalbu
Yang masih menganga lukanya
Jangan pedulikan lagi
Panas air mataku ini

(Wonosobo, 5 April 2007)

Kamis, 15 Maret 2012

GALAU


Galau…
Terbaca dalam angan-angan
Bertahun-tahun setelah pergi
Merangkai kenangan
Sebagai harapan
                        Rasa-rasa yang dulu ada
Ini hari mulai sirna
Entah esok apa jadinya
Masihkah ada bayang dalam asa
Galau…
Terbaca dalam angan-angan
Di hari kau datang kembali
Bahagia, duka
Terlintas ada dan tiada
Membuat sesak jiwa raga
                        Semoga tak ada lagi
                        Janji tak tertepati
                        Dan yang tersisa kini
                        Hanya perih dalam hati
                        Serta galau dalam sanubari

(Wonosobo, 5 April 2007)

Minggu, 22 Januari 2012

FORMALISME RUSIA

 
 
















BAB I
PENDAHULUAN
1.1             Latar Belakang
Lahirnya kelompok teoritisi yang menamakan dirinya Opayaz, Formalisme Rusia yang disebut juga dengan “kaum formalis” dipandang telah menyumbangkan sejumlah pemikiran dan gagasan penting bagi perkembangan studi dan telaah sastra. Sejumlah kalangan bahkan menganggap, gagasan-gagasan yang dikedepankan kaum formalis merupakan peletak dasar teori sastra modern. Victor Shklovsky, Boris Eichenbaum, Roman Jakobson, dan Leo Jakubinsky, adalah beberapa teoritisi yang tergabung di dalamnya. Dengan “metode formal” yang kemudian dikembangkannya, bentuk studi dan telaah sastra kalangan formalis sempat begitu berpengaruh di Rusia sekitar tahun 1914-1930-an.
Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.


1.2 Rumusan Masalah
1). Bagaimana hakikat dan sejarah Formalisme Rusia?
2). Siapa sajakah tokoh teori Formalisme itu?
3). Bagaimana gagasan pokok dalam Formalisme Rusia?
4). Bagaimana ruang lingkup teori Formalisme?

1.3 Tujuan
1). Menjelaskan hakikat atau pengertian dan sejarah Formalisme Rusia.
2). Menjelaskan tokoh-tokoh yang berperan penting dalam perkembangan teori Formalisme        Rusia.
3). Memaparkan gagasan pokok dalam teori Formalisme Rusia.
4). Menjelaskan tentang ruang lingkup teori Formalisme.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Formalisme Rusia
Secara Etimologis formalisme berasal dari kata formal (latin), yang berarti bentuk atau wujud. Dalam ilmu sastra, formalisme adalah teori yang digunakan untuk menganalisa karya sastra yang mengutamakan bentuk dari karya sastra yang meliputi tehnik pengucapan –meliputi ritma, rima, aquistik/bunyi, aliterasi, asonansi dsb, kata-kata formal (formal words) dan bukan isi serta terbebas dari unsur luar seperti sejarah, biografi, konteks budaya dsb sehingga sastra dapat berdiri sendiri (otonom) sebagai sebuah ilmu dan terbebas dari pengaruh ilmu lainnya. Teori formalis ini bertujuan untuk mengetahui keterpaduan unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut sehingga dapat menjalin keutuhan bentuk dan isi dengan cara meneliti unsur-unsur kesastraan, puitika, asosiasi, oposisi, dsb.
Formalisme Rusia merupakan sebutan bagi kelompok yang mengembangkan sebuah metode, yang disebut “metode formal”. Formalisme Rusia lahir pada tahun 1914, diantar oleh esei Victor Sklovskij yang diterbitkan di St. Petersburg. Eseinya tersebut dipandang sebagai penghubung antara kaum Futuris dan kaum Formalisme Rusia. Kaum Futuris adalah inspirator munculnya Formaisme Rusia.
Kaum Futuris ini melawan kebudayaan borjuis ”dekaden”. Mereka mencemooh para penyair yang bersikap mistis dan menentang realisme, dengan slogannya “Kata yang cukup diri” meletakkan tekanan pada pola bunyi kata-kata yang cukup diri sebagai lawan dari kemampuan merujuk pada benda-benda. Pandangan inilah yang melatarbelakangi kaum Formalis untuk memproduksi teori sastra yang bersangkutan dengan kecakapan teknis penulis dan keterampilan kerja tangan.
Studi-studi Formalisme Rusia berkembang sebelum revolusi, pada tahun 1917 dan karyanya boleh berkembang bebas di Rusia yang sedang sibuk perang saudara, intervensi asing serta kesukaran sosial-ekonomi. Kemudian, pada tahun 1915 didirikan Lingkaran Kinguistik Moskow dengan anggota utamnya adalah Roman Jakobson, Petr Bogatirev, dan G.O Vinokur.  Roman Jakobson berpandangan bahwa sastra dan puitika sebagai bagian integral linguistik dan “puisi adalah bahasa dalam fungsi estetis”. Pandangan kedua ini dipublikasikan pada tahun 1921. Empat puluh tahun kemudian, pendapatnya diulangi lagi dalam esei yang sedikit berbeda mengenai “Linguistik dan Puitika”.
Sedangkan kelompok Leningrad, yaitu Masyarakat Studi Bahasa Puitis atau Opojaz yang dikenal sejak 1916 berpandangan bahwa linguistik tidaklah begitu ketat. Anggota kelompok tersebut yang aktif adaah Lev Jakubinskij, Victor Skovskij, Boris E, dan Sergej Bernstejn. Skovskij dan Boris E. menjadi kepala Departemen Sejarah Sastra pada Institut Nasional Sejarah dan Seni di Leningrad.
Namun, sekitar tahun 1930 sejarah Formalisme Rusia tiba-tiba berakhir karena situasi politik, yang kemudian menyerah pada “komando sosial” komunis. Pada tahap terakhir, Formalisme rusia tergambar dalam sembilan tesis mengenai “Masalah-masalah dalam Sastra dan Bahasa” oleh Jurij Tynjanov dan Roman Jakobson pada tahun 1928.

2.2  Tokoh Teori Formalisme
Tokoh teori formalisme berasal dari Rusia yang menamakan dirinya Opayaz, berkembang sekitar tahun 1914-1930. Teoritis formalisme yang sangat terkenal adalah Victor Shklovsky, Boris Eichenbaum, Roman Jakobson, Leo Jakubinsky dan Yury Tynyanov . Boris Eichenbaum memberi penegasan, kaum formalis dipersatukan oleh adanya gagasan untuk membebaskan diksi puitik dari kekangan intelektualisme dan moralisme yang diperjuangkan dan menjadi obsesi kaum simbolis. Mereka berusaha untuk menyanggah prinsip-prinsip estetika subjektif yang didukung kaum simbolis (yang bersandar pada teori-teorinya Alexander Potebnya, seorang filologis Rusia yang terpengaruh Willhelm von Humboldt) dengan mengarahkan studinya itu pada suatu investigasi saintifik yang secara objektif mempertimbangkan fakta-fakta. Di sisi ini, buah pikir dan gagasan kaum formalis tidak bisa dilepaskan dari keberadaan para penyair Futuris Rusia yang kemunculan karya-karyanya pun merupakan reaksi untuk melakukan perlawanan terhadap poetika kaum simbolis tersebut.

2.3  Pokok Gagasan, Istilah, dan Dalil Utama Formalisme

Para formalis membuat sejumlah besar analisis tentang karya-karya sastra untuk merumuskan pengertian dan dalil-dalil umum mengenai karya sastra. Beberapa pokok gagasan, istilah dan dalil utama formalisme antara lain sebagai berikut :
1. Defamiliarisasi dan Deotomatisasi
Menurut kaum formalis, sifat kesastraan muncul sebagai akibat penyusunan dan penggubahan bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan efek mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Proses penyulapan oleh pengarang ini disebut defamiliarisasi, yakni teknik membuat teks menjadi aneh dan asing. Istilah defamiliarisasi dikemukakan oleh Sjklovski untuk menyebut teknik bercerita dengan gaya bahasa yang menonjol dan menyimpang dari biasanya. Dalam proses penikmatan atau pencerapan pembaca, efek deotomatisasi dirasakan sebagai sesuatu yang aneh atau defamiliar. Proses defamiliarisasi itu mengubah tanggapan kita terhadap dunia. Dengan teknik penyingkapan rahasia, pembaca dapat meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang dipergunakan pengarang. Teknik-teknik itu misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang, atau mengulur-ulur suatu kisah sehingga menarik perhatian karena tidak dapat ditanggapi secara otomatis. Contoh : ketika ingin mengungkapkan “aku cinta padamu”, klausa “aku cinta padamu” itu tidak diungkapkan secara langsung, tapi diungkapkan dengan cara lain, misalnya, dengan ungkapan: “selalu, aku gemetar, memekarkan ribuan kelopak mawar, ketika kutemukan telaga bening di kedua matamu. maka biarkan aku tiba di jantungmu, hingga reda seluruh demamku” cara ungkap semacam inilah yang dimaksud dengan memberi persepsi baru: dari yang tadinya otomatis (ungkapan “aku cinta padamu”), menjadi tidak otomatis; atau yang kemudian diistilahkan sebagai “deotomatisasi” itu.

2. Teori Naratif
Dengan menerima konsep struktur, kaum formalis Rusia memperkenalkan dikotomi baru   antara struktur (yang terorganisasi) dengan bahan material (yang tak terorganisir), menggantikan dikotomi lama antara bantuk dan isi. Jadi struktur sebuah teks sastra mencakup baik aspek formal maupun semantik. Kaum formalis Rusia memberikan perhatian khusus terhadap teori naratif. Untuk kepentingan analisis teks naratif, mereka menekankan perbedaan antara cerita, alur, dan motif(Fokkema & Kunne-Ibsch, 1977: 26-30).
Menurut mereka, yang sungguh-sungguh bersifat kesusastraan adalah alur, sedangkan cerita hanyalah bahan mentak yang masih membutuhkan pengolahan pengarang. Motif merupakan kesatuan terkecil dalam peristiwa yang diceritakan. Alur adalah penyusunan artistik motif-motif sebagai akibat penerapan penyulapan terhadap cerita. Alur bukan hanya sekedar susunan peristiwa melainkan juga sarana yang dipergunakan pengarang untuk menyela dan menunda penceritaan. Digresi-digresi, permainan-permainan tipograifs, pemindahan bagian-bagian teks serta deskripsi-deskripsi yang diperluas merupakan sarana yang ditujukan untuk
menarik dan mengaktifkan perhatian pembaca terhadap novel-novel. Cerita itu sendiri hanya merupakan rangkaian kronologis dari peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
3. Analisis Motif
Secara umum, motif berarti sebuah unsur yang penuh arti dan yang diulang-ulang di dalam satu atau sejumlah karya. Di dalam satu karya, motif merupakan unsur arti yang paling kecil di dalam cerita. Pengertian motif di sini memperoleh fungsi sintaksis. Bila motif itu dibaca dan direfleksi maka pembaca melihat motif-motif itu dalam keseluruhan dan dapat menyimpulkan satu motif dasarnya. Bila motif dasar tadi dirumuskan kembali secara metabahasa, maka kita akan menjumpai tema sebuah karya. Misalnya dalam cerita Panji dijumpai tema 10 cinta sejati mengatasi segala rintangan. Bila berkaitan dengan berbagai karya (pendekatan historis-komparatif), sebuah kesatuan semantis yang selalu muncul dalam karya-karya itu. Misalnya motif pencarian seorang ayah atau kekasih (motif Panji yang dijumpai dalam berbagai cerita di Asia Tenggara), atau motif Oedipus,dan sebagainya (Hartoko, 1986: 291).
Boris Tomashevsky menyebut motif sebagai satuan alur terkecil. Ia membedakan motif terikat dengan motif bebas. Motif terikat adalah motif yang sungguh-sungguh diperlukan oleh cerita, sedangkan motif bebas merupakan aspek yang tidak esensial ditinjau dari sudut pandang cerita. Meskipun demikian, motif bebas justru secara potensial merupakan fokus seni karena memberikan peluang kepada pengarang untuk menyisipkan unsur-unsur artistik ke dalam keseluruhan alurnya.
4. Fungsi Puitik dan Objek Estetik
Istilah fungsi mengacu pada penempatan suatu karya sastra dalam suatu modul komunikasi yang meliputi relasi antara pengarang, teks, dan pembaca. Isitlah ini muncul sebagai reaksi terhadap studi sastra Formalisme yang terlalu terpaku pada aspek sarana kesusastraan tanpa menempatkannya dalam konteks tertentu. Menurut Jakobson, dalam setiap ungkapan bahasa terdapat sejumlah fungsi, misalnya fungsi referensial, emotif, konatif, dan puitik, yang berkaitan dengan beberapa faktor seperti konteks, juru bicara, pengarang, penerima, pembaca, dan isi atau pesan bahasa itu sendiri. Dalam pemakaian bahasa sastra,
fungsi puitis paling dominan. Pesan bahasa dimanipulasi secara fonis, grafis, leksikosemantis sehingga kita menyadari bahwa pesan yang bersangkutan harus dibaca sebagai karya sastra.
Jan Mukarovsky, seorang ahli strukturalisme Praha, memperkenalkan istilah “objek estetik” sebagai lawan dari istilah “artefak”. Artefak adalah karya sastra yang sudah utuh dan tidak berubah. Artefak itu akan menjadi objek estetik bila sudah dihayati dan dinikmati oleh pembaca. Dalam pengalaman pencerapan pembaca, karya sastra dapat memiliki arti yang berbeda-beda tergantung pada harapan pembacanya. Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.

2.4  Ruang Lingkup Teori Formalisme
Ruang lingkup teori formalisme meliputi karya sastra itu sendiri serta unsur intrinsik yang membangunnya. Ruang lingkup tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan literature devices untuk mengetahui plot/alurnya. Dalam hal ini menganalisa komponen-komponen linguistik yang tersedia di dalam bahasa (fonetik, morfem, sintaksis, maupun semantik, begitu pun halnya dengan ritma, rima, matra, akustik/bunyi, aliterasi, asonansi, dsb.) sepanjang hal itu ada dalam karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan “artistik” yang merupakan sebuah cita rasa sebuah karya sastra.













BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Pada dasarnya formalisme merupakan cara pendekatan dalam ilmu dan kritik sastra yang mengesampingkan data geografis, psikologis, idiologis, dan sosiologis, karena ia sepenuhnya mengarahkan perhatianya pada bentuk karya sastra itu sendiri. Formalisme Rusia terlahir di Italia dan Rusia pada tahun 1910-1915, yang di tandai dengan munculnya gerakan Avant Garde yang di kenal sebagai Gerakan Futurisme .
Para formalis membuat sejumlah besar analisis tentang karya-karya sastra untuk merumuskan pengertian dan dalil-dalil umum mengenai karya sastra.
Kemudian sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian orang kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.


3.2 Saran
            Untuk mempelajari ilmu kesusastraan lebih lanjut hendaknya perlu mempelajari teori-teori sastra kontemporer salah satunya adalah Formalisme Rusia, dimana teori ini sangat penting untuk di pelajari.






DAFTAR PUSTAKA


























BAB I
PENDAHULUAN
1.1             Latar Belakang
Lahirnya kelompok teoritisi yang menamakan dirinya Opayaz, Formalisme Rusia yang disebut juga dengan “kaum formalis” dipandang telah menyumbangkan sejumlah pemikiran dan gagasan penting bagi perkembangan studi dan telaah sastra. Sejumlah kalangan bahkan menganggap, gagasan-gagasan yang dikedepankan kaum formalis merupakan peletak dasar teori sastra modern. Victor Shklovsky, Boris Eichenbaum, Roman Jakobson, dan Leo Jakubinsky, adalah beberapa teoritisi yang tergabung di dalamnya. Dengan “metode formal” yang kemudian dikembangkannya, bentuk studi dan telaah sastra kalangan formalis sempat begitu berpengaruh di Rusia sekitar tahun 1914-1930-an.
Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.


1.2 Rumusan Masalah
1). Bagaimana hakikat dan sejarah Formalisme Rusia?
2). Siapa sajakah tokoh teori Formalisme itu?
3). Bagaimana gagasan pokok dalam Formalisme Rusia?
4). Bagaimana ruang lingkup teori Formalisme?

1.3 Tujuan
1). Menjelaskan hakikat atau pengertian dan sejarah Formalisme Rusia.
2). Menjelaskan tokoh-tokoh yang berperan penting dalam perkembangan teori Formalisme        Rusia.
3). Memaparkan gagasan pokok dalam teori Formalisme Rusia.
4). Menjelaskan tentang ruang lingkup teori Formalisme.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Formalisme Rusia
Secara Etimologis formalisme berasal dari kata formal (latin), yang berarti bentuk atau wujud. Dalam ilmu sastra, formalisme adalah teori yang digunakan untuk menganalisa karya sastra yang mengutamakan bentuk dari karya sastra yang meliputi tehnik pengucapan –meliputi ritma, rima, aquistik/bunyi, aliterasi, asonansi dsb, kata-kata formal (formal words) dan bukan isi serta terbebas dari unsur luar seperti sejarah, biografi, konteks budaya dsb sehingga sastra dapat berdiri sendiri (otonom) sebagai sebuah ilmu dan terbebas dari pengaruh ilmu lainnya. Teori formalis ini bertujuan untuk mengetahui keterpaduan unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut sehingga dapat menjalin keutuhan bentuk dan isi dengan cara meneliti unsur-unsur kesastraan, puitika, asosiasi, oposisi, dsb.
Formalisme Rusia merupakan sebutan bagi kelompok yang mengembangkan sebuah metode, yang disebut “metode formal”. Formalisme Rusia lahir pada tahun 1914, diantar oleh esei Victor Sklovskij yang diterbitkan di St. Petersburg. Eseinya tersebut dipandang sebagai penghubung antara kaum Futuris dan kaum Formalisme Rusia. Kaum Futuris adalah inspirator munculnya Formaisme Rusia.
Kaum Futuris ini melawan kebudayaan borjuis ”dekaden”. Mereka mencemooh para penyair yang bersikap mistis dan menentang realisme, dengan slogannya “Kata yang cukup diri” meletakkan tekanan pada pola bunyi kata-kata yang cukup diri sebagai lawan dari kemampuan merujuk pada benda-benda. Pandangan inilah yang melatarbelakangi kaum Formalis untuk memproduksi teori sastra yang bersangkutan dengan kecakapan teknis penulis dan keterampilan kerja tangan.
Studi-studi Formalisme Rusia berkembang sebelum revolusi, pada tahun 1917 dan karyanya boleh berkembang bebas di Rusia yang sedang sibuk perang saudara, intervensi asing serta kesukaran sosial-ekonomi. Kemudian, pada tahun 1915 didirikan Lingkaran Kinguistik Moskow dengan anggota utamnya adalah Roman Jakobson, Petr Bogatirev, dan G.O Vinokur.  Roman Jakobson berpandangan bahwa sastra dan puitika sebagai bagian integral linguistik dan “puisi adalah bahasa dalam fungsi estetis”. Pandangan kedua ini dipublikasikan pada tahun 1921. Empat puluh tahun kemudian, pendapatnya diulangi lagi dalam esei yang sedikit berbeda mengenai “Linguistik dan Puitika”.
Sedangkan kelompok Leningrad, yaitu Masyarakat Studi Bahasa Puitis atau Opojaz yang dikenal sejak 1916 berpandangan bahwa linguistik tidaklah begitu ketat. Anggota kelompok tersebut yang aktif adaah Lev Jakubinskij, Victor Skovskij, Boris E, dan Sergej Bernstejn. Skovskij dan Boris E. menjadi kepala Departemen Sejarah Sastra pada Institut Nasional Sejarah dan Seni di Leningrad.
Namun, sekitar tahun 1930 sejarah Formalisme Rusia tiba-tiba berakhir karena situasi politik, yang kemudian menyerah pada “komando sosial” komunis. Pada tahap terakhir, Formalisme rusia tergambar dalam sembilan tesis mengenai “Masalah-masalah dalam Sastra dan Bahasa” oleh Jurij Tynjanov dan Roman Jakobson pada tahun 1928.

2.2  Tokoh Teori Formalisme
Tokoh teori formalisme berasal dari Rusia yang menamakan dirinya Opayaz, berkembang sekitar tahun 1914-1930. Teoritis formalisme yang sangat terkenal adalah Victor Shklovsky, Boris Eichenbaum, Roman Jakobson, Leo Jakubinsky dan Yury Tynyanov . Boris Eichenbaum memberi penegasan, kaum formalis dipersatukan oleh adanya gagasan untuk membebaskan diksi puitik dari kekangan intelektualisme dan moralisme yang diperjuangkan dan menjadi obsesi kaum simbolis. Mereka berusaha untuk menyanggah prinsip-prinsip estetika subjektif yang didukung kaum simbolis (yang bersandar pada teori-teorinya Alexander Potebnya, seorang filologis Rusia yang terpengaruh Willhelm von Humboldt) dengan mengarahkan studinya itu pada suatu investigasi saintifik yang secara objektif mempertimbangkan fakta-fakta. Di sisi ini, buah pikir dan gagasan kaum formalis tidak bisa dilepaskan dari keberadaan para penyair Futuris Rusia yang kemunculan karya-karyanya pun merupakan reaksi untuk melakukan perlawanan terhadap poetika kaum simbolis tersebut.

2.3  Pokok Gagasan, Istilah, dan Dalil Utama Formalisme

Para formalis membuat sejumlah besar analisis tentang karya-karya sastra untuk merumuskan pengertian dan dalil-dalil umum mengenai karya sastra. Beberapa pokok gagasan, istilah dan dalil utama formalisme antara lain sebagai berikut :
1. Defamiliarisasi dan Deotomatisasi
Menurut kaum formalis, sifat kesastraan muncul sebagai akibat penyusunan dan penggubahan bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan efek mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Proses penyulapan oleh pengarang ini disebut defamiliarisasi, yakni teknik membuat teks menjadi aneh dan asing. Istilah defamiliarisasi dikemukakan oleh Sjklovski untuk menyebut teknik bercerita dengan gaya bahasa yang menonjol dan menyimpang dari biasanya. Dalam proses penikmatan atau pencerapan pembaca, efek deotomatisasi dirasakan sebagai sesuatu yang aneh atau defamiliar. Proses defamiliarisasi itu mengubah tanggapan kita terhadap dunia. Dengan teknik penyingkapan rahasia, pembaca dapat meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang dipergunakan pengarang. Teknik-teknik itu misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang, atau mengulur-ulur suatu kisah sehingga menarik perhatian karena tidak dapat ditanggapi secara otomatis. Contoh : ketika ingin mengungkapkan “aku cinta padamu”, klausa “aku cinta padamu” itu tidak diungkapkan secara langsung, tapi diungkapkan dengan cara lain, misalnya, dengan ungkapan: “selalu, aku gemetar, memekarkan ribuan kelopak mawar, ketika kutemukan telaga bening di kedua matamu. maka biarkan aku tiba di jantungmu, hingga reda seluruh demamku” cara ungkap semacam inilah yang dimaksud dengan memberi persepsi baru: dari yang tadinya otomatis (ungkapan “aku cinta padamu”), menjadi tidak otomatis; atau yang kemudian diistilahkan sebagai “deotomatisasi” itu.

2. Teori Naratif
Dengan menerima konsep struktur, kaum formalis Rusia memperkenalkan dikotomi baru   antara struktur (yang terorganisasi) dengan bahan material (yang tak terorganisir), menggantikan dikotomi lama antara bantuk dan isi. Jadi struktur sebuah teks sastra mencakup baik aspek formal maupun semantik. Kaum formalis Rusia memberikan perhatian khusus terhadap teori naratif. Untuk kepentingan analisis teks naratif, mereka menekankan perbedaan antara cerita, alur, dan motif(Fokkema & Kunne-Ibsch, 1977: 26-30).
Menurut mereka, yang sungguh-sungguh bersifat kesusastraan adalah alur, sedangkan cerita hanyalah bahan mentak yang masih membutuhkan pengolahan pengarang. Motif merupakan kesatuan terkecil dalam peristiwa yang diceritakan. Alur adalah penyusunan artistik motif-motif sebagai akibat penerapan penyulapan terhadap cerita. Alur bukan hanya sekedar susunan peristiwa melainkan juga sarana yang dipergunakan pengarang untuk menyela dan menunda penceritaan. Digresi-digresi, permainan-permainan tipograifs, pemindahan bagian-bagian teks serta deskripsi-deskripsi yang diperluas merupakan sarana yang ditujukan untuk
menarik dan mengaktifkan perhatian pembaca terhadap novel-novel. Cerita itu sendiri hanya merupakan rangkaian kronologis dari peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
3. Analisis Motif
Secara umum, motif berarti sebuah unsur yang penuh arti dan yang diulang-ulang di dalam satu atau sejumlah karya. Di dalam satu karya, motif merupakan unsur arti yang paling kecil di dalam cerita. Pengertian motif di sini memperoleh fungsi sintaksis. Bila motif itu dibaca dan direfleksi maka pembaca melihat motif-motif itu dalam keseluruhan dan dapat menyimpulkan satu motif dasarnya. Bila motif dasar tadi dirumuskan kembali secara metabahasa, maka kita akan menjumpai tema sebuah karya. Misalnya dalam cerita Panji dijumpai tema 10 cinta sejati mengatasi segala rintangan. Bila berkaitan dengan berbagai karya (pendekatan historis-komparatif), sebuah kesatuan semantis yang selalu muncul dalam karya-karya itu. Misalnya motif pencarian seorang ayah atau kekasih (motif Panji yang dijumpai dalam berbagai cerita di Asia Tenggara), atau motif Oedipus,dan sebagainya (Hartoko, 1986: 291).
Boris Tomashevsky menyebut motif sebagai satuan alur terkecil. Ia membedakan motif terikat dengan motif bebas. Motif terikat adalah motif yang sungguh-sungguh diperlukan oleh cerita, sedangkan motif bebas merupakan aspek yang tidak esensial ditinjau dari sudut pandang cerita. Meskipun demikian, motif bebas justru secara potensial merupakan fokus seni karena memberikan peluang kepada pengarang untuk menyisipkan unsur-unsur artistik ke dalam keseluruhan alurnya.
4. Fungsi Puitik dan Objek Estetik
Istilah fungsi mengacu pada penempatan suatu karya sastra dalam suatu modul komunikasi yang meliputi relasi antara pengarang, teks, dan pembaca. Isitlah ini muncul sebagai reaksi terhadap studi sastra Formalisme yang terlalu terpaku pada aspek sarana kesusastraan tanpa menempatkannya dalam konteks tertentu. Menurut Jakobson, dalam setiap ungkapan bahasa terdapat sejumlah fungsi, misalnya fungsi referensial, emotif, konatif, dan puitik, yang berkaitan dengan beberapa faktor seperti konteks, juru bicara, pengarang, penerima, pembaca, dan isi atau pesan bahasa itu sendiri. Dalam pemakaian bahasa sastra,
fungsi puitis paling dominan. Pesan bahasa dimanipulasi secara fonis, grafis, leksikosemantis sehingga kita menyadari bahwa pesan yang bersangkutan harus dibaca sebagai karya sastra.
Jan Mukarovsky, seorang ahli strukturalisme Praha, memperkenalkan istilah “objek estetik” sebagai lawan dari istilah “artefak”. Artefak adalah karya sastra yang sudah utuh dan tidak berubah. Artefak itu akan menjadi objek estetik bila sudah dihayati dan dinikmati oleh pembaca. Dalam pengalaman pencerapan pembaca, karya sastra dapat memiliki arti yang berbeda-beda tergantung pada harapan pembacanya. Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.

2.4  Ruang Lingkup Teori Formalisme
Ruang lingkup teori formalisme meliputi karya sastra itu sendiri serta unsur intrinsik yang membangunnya. Ruang lingkup tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan literature devices untuk mengetahui plot/alurnya. Dalam hal ini menganalisa komponen-komponen linguistik yang tersedia di dalam bahasa (fonetik, morfem, sintaksis, maupun semantik, begitu pun halnya dengan ritma, rima, matra, akustik/bunyi, aliterasi, asonansi, dsb.) sepanjang hal itu ada dalam karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan “artistik” yang merupakan sebuah cita rasa sebuah karya sastra.













BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Pada dasarnya formalisme merupakan cara pendekatan dalam ilmu dan kritik sastra yang mengesampingkan data geografis, psikologis, idiologis, dan sosiologis, karena ia sepenuhnya mengarahkan perhatianya pada bentuk karya sastra itu sendiri. Formalisme Rusia terlahir di Italia dan Rusia pada tahun 1910-1915, yang di tandai dengan munculnya gerakan Avant Garde yang di kenal sebagai Gerakan Futurisme .
Para formalis membuat sejumlah besar analisis tentang karya-karya sastra untuk merumuskan pengertian dan dalil-dalil umum mengenai karya sastra.
Kemudian sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian orang kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.


3.2 Saran
            Untuk mempelajari ilmu kesusastraan lebih lanjut hendaknya perlu mempelajari teori-teori sastra kontemporer salah satunya adalah Formalisme Rusia, dimana teori ini sangat penting untuk di pelajari.






DAFTAR PUSTAKA

 

























BAB I
PENDAHULUAN
1.1             Latar Belakang
Lahirnya kelompok teoritisi yang menamakan dirinya Opayaz, Formalisme Rusia yang disebut juga dengan “kaum formalis” dipandang telah menyumbangkan sejumlah pemikiran dan gagasan penting bagi perkembangan studi dan telaah sastra. Sejumlah kalangan bahkan menganggap, gagasan-gagasan yang dikedepankan kaum formalis merupakan peletak dasar teori sastra modern. Victor Shklovsky, Boris Eichenbaum, Roman Jakobson, dan Leo Jakubinsky, adalah beberapa teoritisi yang tergabung di dalamnya. Dengan “metode formal” yang kemudian dikembangkannya, bentuk studi dan telaah sastra kalangan formalis sempat begitu berpengaruh di Rusia sekitar tahun 1914-1930-an.
Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.


1.2 Rumusan Masalah
1). Bagaimana hakikat dan sejarah Formalisme Rusia?
2). Siapa sajakah tokoh teori Formalisme itu?
3). Bagaimana gagasan pokok dalam Formalisme Rusia?
4). Bagaimana ruang lingkup teori Formalisme?

1.3 Tujuan
1). Menjelaskan hakikat atau pengertian dan sejarah Formalisme Rusia.
2). Menjelaskan tokoh-tokoh yang berperan penting dalam perkembangan teori Formalisme        Rusia.
3). Memaparkan gagasan pokok dalam teori Formalisme Rusia.
4). Menjelaskan tentang ruang lingkup teori Formalisme.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Formalisme Rusia
Secara Etimologis formalisme berasal dari kata formal (latin), yang berarti bentuk atau wujud. Dalam ilmu sastra, formalisme adalah teori yang digunakan untuk menganalisa karya sastra yang mengutamakan bentuk dari karya sastra yang meliputi tehnik pengucapan –meliputi ritma, rima, aquistik/bunyi, aliterasi, asonansi dsb, kata-kata formal (formal words) dan bukan isi serta terbebas dari unsur luar seperti sejarah, biografi, konteks budaya dsb sehingga sastra dapat berdiri sendiri (otonom) sebagai sebuah ilmu dan terbebas dari pengaruh ilmu lainnya. Teori formalis ini bertujuan untuk mengetahui keterpaduan unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut sehingga dapat menjalin keutuhan bentuk dan isi dengan cara meneliti unsur-unsur kesastraan, puitika, asosiasi, oposisi, dsb.
Formalisme Rusia merupakan sebutan bagi kelompok yang mengembangkan sebuah metode, yang disebut “metode formal”. Formalisme Rusia lahir pada tahun 1914, diantar oleh esei Victor Sklovskij yang diterbitkan di St. Petersburg. Eseinya tersebut dipandang sebagai penghubung antara kaum Futuris dan kaum Formalisme Rusia. Kaum Futuris adalah inspirator munculnya Formaisme Rusia.
Kaum Futuris ini melawan kebudayaan borjuis ”dekaden”. Mereka mencemooh para penyair yang bersikap mistis dan menentang realisme, dengan slogannya “Kata yang cukup diri” meletakkan tekanan pada pola bunyi kata-kata yang cukup diri sebagai lawan dari kemampuan merujuk pada benda-benda. Pandangan inilah yang melatarbelakangi kaum Formalis untuk memproduksi teori sastra yang bersangkutan dengan kecakapan teknis penulis dan keterampilan kerja tangan.
Studi-studi Formalisme Rusia berkembang sebelum revolusi, pada tahun 1917 dan karyanya boleh berkembang bebas di Rusia yang sedang sibuk perang saudara, intervensi asing serta kesukaran sosial-ekonomi. Kemudian, pada tahun 1915 didirikan Lingkaran Kinguistik Moskow dengan anggota utamnya adalah Roman Jakobson, Petr Bogatirev, dan G.O Vinokur.  Roman Jakobson berpandangan bahwa sastra dan puitika sebagai bagian integral linguistik dan “puisi adalah bahasa dalam fungsi estetis”. Pandangan kedua ini dipublikasikan pada tahun 1921. Empat puluh tahun kemudian, pendapatnya diulangi lagi dalam esei yang sedikit berbeda mengenai “Linguistik dan Puitika”.
Sedangkan kelompok Leningrad, yaitu Masyarakat Studi Bahasa Puitis atau Opojaz yang dikenal sejak 1916 berpandangan bahwa linguistik tidaklah begitu ketat. Anggota kelompok tersebut yang aktif adaah Lev Jakubinskij, Victor Skovskij, Boris E, dan Sergej Bernstejn. Skovskij dan Boris E. menjadi kepala Departemen Sejarah Sastra pada Institut Nasional Sejarah dan Seni di Leningrad.
Namun, sekitar tahun 1930 sejarah Formalisme Rusia tiba-tiba berakhir karena situasi politik, yang kemudian menyerah pada “komando sosial” komunis. Pada tahap terakhir, Formalisme rusia tergambar dalam sembilan tesis mengenai “Masalah-masalah dalam Sastra dan Bahasa” oleh Jurij Tynjanov dan Roman Jakobson pada tahun 1928.

2.2  Tokoh Teori Formalisme
Tokoh teori formalisme berasal dari Rusia yang menamakan dirinya Opayaz, berkembang sekitar tahun 1914-1930. Teoritis formalisme yang sangat terkenal adalah Victor Shklovsky, Boris Eichenbaum, Roman Jakobson, Leo Jakubinsky dan Yury Tynyanov . Boris Eichenbaum memberi penegasan, kaum formalis dipersatukan oleh adanya gagasan untuk membebaskan diksi puitik dari kekangan intelektualisme dan moralisme yang diperjuangkan dan menjadi obsesi kaum simbolis. Mereka berusaha untuk menyanggah prinsip-prinsip estetika subjektif yang didukung kaum simbolis (yang bersandar pada teori-teorinya Alexander Potebnya, seorang filologis Rusia yang terpengaruh Willhelm von Humboldt) dengan mengarahkan studinya itu pada suatu investigasi saintifik yang secara objektif mempertimbangkan fakta-fakta. Di sisi ini, buah pikir dan gagasan kaum formalis tidak bisa dilepaskan dari keberadaan para penyair Futuris Rusia yang kemunculan karya-karyanya pun merupakan reaksi untuk melakukan perlawanan terhadap poetika kaum simbolis tersebut.

2.3  Pokok Gagasan, Istilah, dan Dalil Utama Formalisme

Para formalis membuat sejumlah besar analisis tentang karya-karya sastra untuk merumuskan pengertian dan dalil-dalil umum mengenai karya sastra. Beberapa pokok gagasan, istilah dan dalil utama formalisme antara lain sebagai berikut :
1. Defamiliarisasi dan Deotomatisasi
Menurut kaum formalis, sifat kesastraan muncul sebagai akibat penyusunan dan penggubahan bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan efek mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Proses penyulapan oleh pengarang ini disebut defamiliarisasi, yakni teknik membuat teks menjadi aneh dan asing. Istilah defamiliarisasi dikemukakan oleh Sjklovski untuk menyebut teknik bercerita dengan gaya bahasa yang menonjol dan menyimpang dari biasanya. Dalam proses penikmatan atau pencerapan pembaca, efek deotomatisasi dirasakan sebagai sesuatu yang aneh atau defamiliar. Proses defamiliarisasi itu mengubah tanggapan kita terhadap dunia. Dengan teknik penyingkapan rahasia, pembaca dapat meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang dipergunakan pengarang. Teknik-teknik itu misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang, atau mengulur-ulur suatu kisah sehingga menarik perhatian karena tidak dapat ditanggapi secara otomatis. Contoh : ketika ingin mengungkapkan “aku cinta padamu”, klausa “aku cinta padamu” itu tidak diungkapkan secara langsung, tapi diungkapkan dengan cara lain, misalnya, dengan ungkapan: “selalu, aku gemetar, memekarkan ribuan kelopak mawar, ketika kutemukan telaga bening di kedua matamu. maka biarkan aku tiba di jantungmu, hingga reda seluruh demamku” cara ungkap semacam inilah yang dimaksud dengan memberi persepsi baru: dari yang tadinya otomatis (ungkapan “aku cinta padamu”), menjadi tidak otomatis; atau yang kemudian diistilahkan sebagai “deotomatisasi” itu.

2. Teori Naratif
Dengan menerima konsep struktur, kaum formalis Rusia memperkenalkan dikotomi baru   antara struktur (yang terorganisasi) dengan bahan material (yang tak terorganisir), menggantikan dikotomi lama antara bantuk dan isi. Jadi struktur sebuah teks sastra mencakup baik aspek formal maupun semantik. Kaum formalis Rusia memberikan perhatian khusus terhadap teori naratif. Untuk kepentingan analisis teks naratif, mereka menekankan perbedaan antara cerita, alur, dan motif(Fokkema & Kunne-Ibsch, 1977: 26-30).
Menurut mereka, yang sungguh-sungguh bersifat kesusastraan adalah alur, sedangkan cerita hanyalah bahan mentak yang masih membutuhkan pengolahan pengarang. Motif merupakan kesatuan terkecil dalam peristiwa yang diceritakan. Alur adalah penyusunan artistik motif-motif sebagai akibat penerapan penyulapan terhadap cerita. Alur bukan hanya sekedar susunan peristiwa melainkan juga sarana yang dipergunakan pengarang untuk menyela dan menunda penceritaan. Digresi-digresi, permainan-permainan tipograifs, pemindahan bagian-bagian teks serta deskripsi-deskripsi yang diperluas merupakan sarana yang ditujukan untuk
menarik dan mengaktifkan perhatian pembaca terhadap novel-novel. Cerita itu sendiri hanya merupakan rangkaian kronologis dari peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
3. Analisis Motif
Secara umum, motif berarti sebuah unsur yang penuh arti dan yang diulang-ulang di dalam satu atau sejumlah karya. Di dalam satu karya, motif merupakan unsur arti yang paling kecil di dalam cerita. Pengertian motif di sini memperoleh fungsi sintaksis. Bila motif itu dibaca dan direfleksi maka pembaca melihat motif-motif itu dalam keseluruhan dan dapat menyimpulkan satu motif dasarnya. Bila motif dasar tadi dirumuskan kembali secara metabahasa, maka kita akan menjumpai tema sebuah karya. Misalnya dalam cerita Panji dijumpai tema 10 cinta sejati mengatasi segala rintangan. Bila berkaitan dengan berbagai karya (pendekatan historis-komparatif), sebuah kesatuan semantis yang selalu muncul dalam karya-karya itu. Misalnya motif pencarian seorang ayah atau kekasih (motif Panji yang dijumpai dalam berbagai cerita di Asia Tenggara), atau motif Oedipus,dan sebagainya (Hartoko, 1986: 291).
Boris Tomashevsky menyebut motif sebagai satuan alur terkecil. Ia membedakan motif terikat dengan motif bebas. Motif terikat adalah motif yang sungguh-sungguh diperlukan oleh cerita, sedangkan motif bebas merupakan aspek yang tidak esensial ditinjau dari sudut pandang cerita. Meskipun demikian, motif bebas justru secara potensial merupakan fokus seni karena memberikan peluang kepada pengarang untuk menyisipkan unsur-unsur artistik ke dalam keseluruhan alurnya.
4. Fungsi Puitik dan Objek Estetik
Istilah fungsi mengacu pada penempatan suatu karya sastra dalam suatu modul komunikasi yang meliputi relasi antara pengarang, teks, dan pembaca. Isitlah ini muncul sebagai reaksi terhadap studi sastra Formalisme yang terlalu terpaku pada aspek sarana kesusastraan tanpa menempatkannya dalam konteks tertentu. Menurut Jakobson, dalam setiap ungkapan bahasa terdapat sejumlah fungsi, misalnya fungsi referensial, emotif, konatif, dan puitik, yang berkaitan dengan beberapa faktor seperti konteks, juru bicara, pengarang, penerima, pembaca, dan isi atau pesan bahasa itu sendiri. Dalam pemakaian bahasa sastra,
fungsi puitis paling dominan. Pesan bahasa dimanipulasi secara fonis, grafis, leksikosemantis sehingga kita menyadari bahwa pesan yang bersangkutan harus dibaca sebagai karya sastra.
Jan Mukarovsky, seorang ahli strukturalisme Praha, memperkenalkan istilah “objek estetik” sebagai lawan dari istilah “artefak”. Artefak adalah karya sastra yang sudah utuh dan tidak berubah. Artefak itu akan menjadi objek estetik bila sudah dihayati dan dinikmati oleh pembaca. Dalam pengalaman pencerapan pembaca, karya sastra dapat memiliki arti yang berbeda-beda tergantung pada harapan pembacanya. Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.

2.4  Ruang Lingkup Teori Formalisme
Ruang lingkup teori formalisme meliputi karya sastra itu sendiri serta unsur intrinsik yang membangunnya. Ruang lingkup tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan literature devices untuk mengetahui plot/alurnya. Dalam hal ini menganalisa komponen-komponen linguistik yang tersedia di dalam bahasa (fonetik, morfem, sintaksis, maupun semantik, begitu pun halnya dengan ritma, rima, matra, akustik/bunyi, aliterasi, asonansi, dsb.) sepanjang hal itu ada dalam karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan “artistik” yang merupakan sebuah cita rasa sebuah karya sastra.













BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Pada dasarnya formalisme merupakan cara pendekatan dalam ilmu dan kritik sastra yang mengesampingkan data geografis, psikologis, idiologis, dan sosiologis, karena ia sepenuhnya mengarahkan perhatianya pada bentuk karya sastra itu sendiri. Formalisme Rusia terlahir di Italia dan Rusia pada tahun 1910-1915, yang di tandai dengan munculnya gerakan Avant Garde yang di kenal sebagai Gerakan Futurisme .
Para formalis membuat sejumlah besar analisis tentang karya-karya sastra untuk merumuskan pengertian dan dalil-dalil umum mengenai karya sastra.
Kemudian sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian orang kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis.


3.2 Saran
            Untuk mempelajari ilmu kesusastraan lebih lanjut hendaknya perlu mempelajari teori-teori sastra kontemporer salah satunya adalah Formalisme Rusia, dimana teori ini sangat penting untuk di pelajari.






DAFTAR PUSTAKA