expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minggu, 22 Januari 2012

Analisis Puisi



ANALISIS KARYA SASTRA BERDASARKAN TEORI FORMALISME RUSIA


oleh:
Nama    : Bayuningrum Wijiastuti
NIM      : 2101411042




JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Teori Sastra. Pada makalah ini penulis membahas tentang analisis karya sastra dengan pendekatan Formalisme Rusia.
Dalam penulisan makalah ini, penulis mengalami romantika baik suka maupun duka. Kendala itu dapat penulis hadapi karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapakan terima kasih kepada:
  1. Ibu U’um Qomariyah, S.Pd.,M.Hum sebagai dosen pengampu Mata Kuliah Teori Sastra.
  2. Orang tua yang telah memberikan dana dalam penulisan makalah ini.
  3. Teman-teman rombel dua Mata Kuliah Teori Sastra yang mendukung selama penulisan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan di masa mendatang Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan bahan diskusi yang dapat membantu dalam proses perkuliahan Mata Kuliah Teori Sastra.
                                                                                  
                                                                             Semarang, 24 Desember 2011

                          Penulis


DAFTAR ISI

HALAMAN  JUDUL..........................................................................................i
PRAKATA..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2    Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3    Tujuan................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
            2.1  Pengertian Formalisme Rusia................................................................................3
2.2  Analisis Struktural Puisi
2.2.1 Analisis Struktural Puisi Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar.......5
2.2.2 Analisis Struktural Puisi “Perempuan-Perempuan Perkasa” karya Hartoyo
         Andangjaya..........................................................................................................9

            2.2.3 Analisis Struktural Puisi Menyesal karya Ali Hasjmi....................................13
            2.2.4 Analisis Struktural Puisi “Perahu Kertas” karya Sapardi Djoko Damono........17

            2.2.5 Analisis Struktural Puisi Dongeng Sebelum Tidur” karya Goenawan
                     Mohamad...........................................................................................................21

           
BAB III PENUTUP
            3.1  Simpulan..............................................................................................................25
 DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra yang penyajiannya sangat mengutamakan keindahan bahasa dan kepadatan makna. Dengan puisi seorang penyair dapat mengungkapkan ekspresi perasaannya. Keindahan bahasa dan kepadatan makna yang dimiliki puisi terkadang membuat pembaca atau penikmat puisi mengalami kesulitan dalam memahami dan menangkap makna yang terkandung dalam puisi tersebut. Untuk dapat memahami dan menangkap makna di dalam puisi, pembaca harus memiliki kepekaan batin dan daya kritis terhadap puisi tersebut.
Oleh karena itu, untuk memahami dan menangkap makna puisi pembaca perlu melakukan kajian atau analisis terhadap puisi tersebut. Dalam pengkajian puisi ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan, salah satunya dengan menggunakan pendekatan struktural.
Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia. Sebuah karya sastra, puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, 1981:68 dalam Nurgiyantoro, 2007:36). Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro,2007:36).
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini puisi, dapat dilakukan dengan mengkaji struktur intrinsiknya, yaitu unsure fisik/unsure lahir yang meliputi bunyi, kata, baris/larik, bait, tipografi dan unsur lapis makna.



1.2 Rumusan Masalah
            1). Bagaimana hakikat Formalisme Rusia?
            2). Bagaimana analisis struktural puisi Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar?
            3). Bagaimana analisis struktural puisi “Perempuan-Perempuan Perkasa” karya Hartoyo
                 Andangjaya?
            4). Bagaimana analisis struktural puisi Menyesal karya Ali Hasjmi?
            5). Bagaimana analisis struktural puisi “Perahu Kertas” karya Sapardi Djoko Damono?
            6). Bagaimana analisis struktural puisi Dongeng Sebelum Tidur” karya Goenawan
                 Mohamad?

1.3 Tujuan
1). Menjelaskan hakikat atau pengertian dan sejarah Formalisme Rusia.
2). Mengkaji puisi Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar dengan pendekatan                struktural Formalisme Rusia.
3). Mengkaji puisi “Perempuan-Perempuan Perkasa” karya Hartoyo Andangjaya dengan pendekatan struktural Formalisme Rusia.
4). Mengkaji puisi Menyesal karya Ali Hasjmi dengan pendekatan struktural Formalisme Rusia.
5). Mengkaji puisi “Perahu Kertas” karya Sapardi Djoko Damono dengan pendekatan struktural Formalisme Rusia.
6). Mengkaji puisi Dongeng Sebelum Tidur” karya Goenawan Mohamad dengan pendekatan struktural Formalisme Rusia.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Formalisme Rusia

Formalisme Rusia merupakan sebutan bagi kelompok yang mengembangkan sebuah metode, yang disebut “metode formal”. Formalisme Rusia lahir pada tahun 1914, diantar oleh esei Victor Sklovskij yang diterbitkan di St. Petersburg. Eseinya tersebut dipandang sebagai penghubung antara kaum Futuris dan kaum Formalisme Rusia.
Dalam ilmu sastra, formalisme adalah teori yang digunakan untuk menganalisa karya sastra yang mengutamakan bentuk dari karya sastra yang meliputi tehnik pengucapan –meliputi ritma, rima, aquistik/bunyi, aliterasi, asonansi dsb, kata-kata formal (formal words) dan bukan isi serta terbebas dari unsur luar seperti sejarah, biografi, konteks budaya dsb sehingga sastra dapat berdiri sendiri (otonom) sebagai sebuah ilmu dan terbebas dari pengaruh ilmu lainnya. Teori formalis ini bertujuan untuk mengetahui keterpaduan unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut sehingga dapat menjalin keutuhan bentuk dan isi dengan cara meneliti unsur-unsur kesastraan, puitika, asosiasi, oposisi, dsb.
Defamiliarisasi dan Deotomatisasi
Menurut kaum formalis, sifat kesastraan muncul sebagai akibat penyusunan dan penggubahan bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan efek mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Proses penyulapan oleh pengarang ini disebut defamiliarisasi, yakni teknik membuat teks menjadi aneh dan asing. Istilah defamiliarisasi dikemukakan oleh Sjklovski untuk menyebut teknik bercerita dengan gaya bahasa yang menonjol dan menyimpang dari biasanya. Dalam proses penikmatan atau pencerapan pembaca, efek deotomatisasi dirasakan sebagai sesuatu yang aneh atau defamiliar. Proses defamiliarisasi itu mengubah tanggapan kita terhadap dunia. Dengan teknik penyingkapan rahasia, pembaca dapat meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang dipergunakan pengarang. Teknik-teknik itu misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang, atau mengulur-ulur suatu kisah sehingga menarik perhatian karena tidak dapat ditanggapi secara otomatis. Contoh : ketika ingin mengungkapkan “aku cinta padamu”, klausa “aku cinta padamu” itu tidak diungkapkan secara langsung, tapi diungkapkan dengan cara lain, misalnya, dengan ungkapan: “selalu, aku gemetar, memekarkan ribuan kelopak mawar, ketika kutemukan telaga bening di kedua matamu. maka biarkan aku tiba di jantungmu, hingga reda seluruh demamku” cara ungkap semacam inilah yang dimaksud dengan memberi persepsi baru: dari yang tadinya otomatis (ungkapan “aku cinta padamu”), menjadi tidak otomatis; atau yang kemudian diistilahkan sebagai “deotomatisasi” itu.
Terhadap puisi, kaum formalis menganggap bahwa puisi merupakan tindak bahasa (tanda-tanda), bukan imaji atau emosi. Puisi juga dipandang sebagai sistem sarana artinya karya sastra dipandang sebagai sistem tanda, lepas dari fungsi referensial dan mimetiknya.Yang terpenting dalam puisi bagi kaum formalis adalah sarana bunyi (rima, irama, matra, aliterasi, asonansi). Konsep dominant menentukan ciri khas hasil sastra itu (rima dan irama) sehingga hal itu yang seharusnya ditekankan.


















2.2 ANALISIS STRUKTURAL PUISI

2.2.1 Analisis Struktural Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar

SENJA DI PELABUHAN KECIL

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1.      Unsur Fisik/Unsur Lahir
Bahasa yang digunakan adalah bahasa prismatic. Penyair memilih kata-kata yang menyebabkan pembaca berfikir dulu untuk memahami maknanya. Makna kata-katanya kebanyakan makna kias dan makna lambang. Namun karena disusun dengan cukup bervariasi dengan makna lugas maka puisi di atas tidak menjadi puisi gelap.
a). Bunyi
·         Versifikasi
Rima akhir setiap bait adalah sebagai berikut :
            Bait 1 : / ta-ta-ut-ut (aabb) /
            Bait 2 : / ang-ang-ak-ak (aabb) /
            Bait 3 : / an-ap-an-ap (abab) /
                        Ritma puisi berupa ikatan yang mengikat bait dengan menggunakan keterangan kalimat.
            Bait 1 : digunakan frasa /ini kali/
            Bait 2 : digunakan frasa /gerimis/
            Bait 3 : digunakan frasa /tiada lagi/
                        Setiap bait puisi itu diikat dengan kata pengikat sehingga pada permulaan bait seakan muncul sebuah gelombang irama baru.
            b). Kata
·         Kata Depan dan Imbuhan
Ini kali tidak ada yang me(n);cari cinta
(di); antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
me
(ng);hembus diri dalam me(m);percaya mau (ber);paut

Gerimis me
(m);percepat kelam. Ada juga kelepak elang
me
(ny);singgung muram, desir hari lari (ber);renang
me
(n);temu bujuk pangkal akanan. Tidak (ber);gerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri.
(Ber);jalan
me
(ny);sisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba
(di); ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu pe
(ng);habis;(an) bisa (ter);dekap

·         Simbol atau Lambang
1). gerimis mempercepat kelam : lambang alam
                        2). dan kini, tanah, air tidur, hilang ombak : lambang benda
·         Majas
Pada bait ketiga baris keempat :
Majas Hiperbola : dari pantai keempat sedu penghabisan bisa terdekap.
            c). Baris/ Larik
Jumlah baris tiap bait sama, yaitu empat baris. Kemudian ada titik ditengah baris, hal ini menunjukkan bahwa gagasan pada suatu baris dilanjutkan dengan baris berikutnya melalui suatu enjabemen.
            d). Bait
                        Dalam satu bait dengan bait yang lain jumlah barisnya sama.
            e). Tipografi
Tipografi puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” adalah tipografi puisi konvensional. Ada titik ditengah baris, hal ini menunjukkan bahwa gagasan pada suatu baris dilanjutkan dengan baris berikutnya melalui suatu enjabemen. Bahkan pada bait ketiga ada dua titik dalam baris pertama karena gagasan penyair beruntun dan tersendat-sendat :
                        Tiada lagi . Aku sendiri . Berjalan
                        Menyisir semenanjung, masih pengap harap .

1.      Unsur Lapis Makna
a). Sense
            Lewat puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” penyair menggambarkan tentang kedukaan karena kegagalan cinta.
     Parafrase :
            Puisi tersebut menceritakan tentang cinta yang sudah tidak dapat diperoleh lagi. Penyair melukiskan gudang, rumah tua, cerita tiang dan temali, kapal, dan perahu yang tiada bertaut. Benda-benda tersebut mengungkapkan perasaan sedih dan sepi.  Penyair merasa bahwa benda-benda di pelabuhan itu membisu kepadanya. Kedukaan penyair semakin bertambah. Suasana di pantai itu suatu saat membuat hati penyair dipenuhi harapan untuk terhibur, tapi ternyata suasana pantai itu berubah. Harapan penyair itu musnah.
            Penyair merasa dia sendirian. Tidak ada lagi yang diharapkan akan memberikan hiburan dalam kesendirian dan kedukaannya itu. Dalam kesendirian itu, ia menyisir semenanjung. Semula ia dipenuhi harapan. Namun sesampainya di ujung tujuan, ternyata orang yang diharapkan akan menghiburnya itu justru mengucapkan selamat jalan. Penyair merasa bahwa sama sekali tidak ada harapan untuk mencapai tujuannya. Betapa mendalam rasa sedihnya itu, ternyata dari pantai keempat sedu-sedan tangisnya dapat dirasakan.

b). Subject Matter
            Puisi ini menggambarkan tentang kedukaan karena kegagalan cinta, tampak pada sikap penyair yang merasa seorang diri kemudian harapannya kandas dan sedu-sedan tangisnya dapat dirasakan dari pantai keempat.

c). Feeling
            Perasaan penyair pada waktu menciptakan puisi ini ialah sedih, sepi, dan menyendiri. Kesedihan itu kadang-kadang diselingi tumbuhnya harapan akan datangnya sang kekasih, namun harapan itu musnah, sehingga hatinya seperti mati, jiwanya terpukul, bahkan sedu tangisnya mengumandang hingga pantai keempat. Kedukaan, kesepian, dan kesendirian itu disebabkan oleh kegagalan cintanya.

d). Tone
            Sikap penyair adalah bercerita sambil meratap. Penyair menceritakan kegagalan cintanya disertai ratapan yang sangat mendalam, bahwa oleh kegagalan itu hatinya benar-benar terluka.

e). Total of Meaning
Kegagalan cinta itu menyebabkan seseorang seolah kehilangan segala-galanya. Cinta yang sungguh-sungguh, dapat menyebabkan seseorang menghayati apa arti kegagalan itu secara total.


2.2.2 Analisis Struktural Puisi “Perempuan-Perempuan Perkasa” karya Hartoyo Andangjaya

PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA

Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, dari manakah mereka
ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum peluit kereta pagi terjaga
sebelum hari bermula dalam pesta kerja
Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta, kemanakah mereka
di atas roda-roda baja mereka berkendara
mereka berlomba dengan surya menuju gerbang kota
merebut hidup di pasar-pasar kota
Perempuan-perempuan perkasa yang membawa bakul di pagi buta, siapakah mereka
mereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan-perempuan perkasa
akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
mereka : cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa
1.      Unsur Fisik/Unsur Lahir
a). Bunyi
·         Dalam puisi “Perempuan-Perempuan Perkasa” terdapat rima dalam sekaligus asonansi :
Perempuan-Perempuan yang membawa bakul di pagi buta
Di atas roda-roda baja mereka berkendara
·         Dalam “Perempuan-Perempuan Perkasa” terdapat pengulangan ungkapan-ungkapan “dari manakah mereka”, “ke manakah mereka”, dan “siapakah mereka” yang mengesankan efek analitik atau efek intelektual.
·         Ritma
Ritma puisi berupa ikatan yang mengikat bait dengan frasa yang sama :
Bait 1 : /Perempuan-perempuan yang membawa bakul/ di pagi buta
Bait 2 : /Perempuan-perempuan yang membawa bakul/ dalam kereta
Bait 3 : /Perempuan-perempuan yang membawa bakul/ di pagi buta
            b). Kata
·         Kata Depan dan Imbuhan
Perempuan-perempuan yang me(m);bawa bakul (di) pagi buta, dari manakah mereka
ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum peluit kereta pagi (ter);jaga
sebelum hari (ber);mula dalam pesta kerja
Perempuan-perempuan yang me(m);bawa bakul dalam kereta, kemanakah mereka
(di) atas roda-roda baja mereka (ber);kendara
mereka (ber);lomba dengan surya me(n);tuju gerbang kota
merebut hidup (di) pasar-pasar kota
Perempuan-perempuan perkasa yang me(m);bawa bakul (di) pagi buta, siapakah mereka
mereka ialah ibu-ibu (ber);hati baja, perempuan-perempuan perkasa
akar-akar yang melata dari tanah (per);bukit;(an) turun ke kota
mereka : cinta kasih yang (ber);gerak me(ng);hidup;(i) desa demi desa
·         Simbol atau Lambang
1). Akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota : lambang benda
                        2). Mereka berlomba dengan surya menuju ke gerbang kota : simbol alam
·         Majas
1). Sinekdoce part prototo (menyebut sebagian untuk keseluruhan) : peluit kereta api
2). Metafora : roda-roda baja (kereta api)
3). Personifikasi :
Ø  berlomba dengan surya
Ø  sebelum peluit kereta api terjaga
Ø  Akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota.
            c). Baris/ Larik
Jumlah baris pada bait pertama dan kedua sama. Sedangkan bait ketiga jumlah barisnya berbeda. Ada baris yang dimulai agak ke tengah di tiap bait. Hal ini merupakan tanda bahwa baris tersebut kelanjutan dari baris sebelumnya.
            d). Bait
Pada bait pertama dan kedua jumlah barisnya sama. Sedangkan bait ketiga jumlah barisnya berbeda dengan bait pertama dan kedua.
            e). Tipografi
Tipografi puisi ini adalah tipografi puisi konvensional, artinya tidak menyimpang dari tipografi puisi pada umumnya. Baris-baris dimulai agak ke tengah hanyalah merupakan tanda bahwa baris tersebut kelanjutan dari baris sebelumnya.

2.      Unsur Lapis Makna
a). Sense
            Lewat puisi “Perempuan-Perempuan Perkasa”, penyair menggambarkan tentang kemanusiaan, yaitu kerja keras dari perempuan-perempuan perkasa.
     Parafrase :
            Perempuan-perempuan perkasa itu datang dari perbukitan desa. Tiap subuh mereka sudah datang ke kota kecil menunggu kereta paling pagi untuk menjual dagangannya ke pasar kota.
            Perjuangan mereka sangat berat. Mereka sangat rajin dan ulet dalam bekerja. Mereka adalah perempuan jelata yang menjadi penopang kehidupan masyarakat desa.

b). Subject Matter
            Puisi ini menggambarkan tentang perjuangan hidup dari perempuan jelata yang menjadi penopang kehidupan masyarakat, tampak dari keseharian mereka tiap subuh datang ke kota kecil menunggu kereta paling pagi untuk menjual dagangannya ke pasar kota.

c). Feeling
            Penyair merasa kagum kepada mereka yang disebutnya sebagai “perempuan-perempuan perkasa”. Untuk menunjukkan rasa kagum itu, penyair tidak cukup dengan penyebutan perempuan-perempuan perkasa untuk memperkonkret gambaran dalam pikiran pembaca, ia menggunakan pengimajian berupa ungkapan:
            /Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta/.

d). Tone
            Penyair mencoba menceritakan kekagumannya kepada pembaca tentang kegigihan perempuan-perempuan perkasa itu dalam berjuang menopang kehidupan masyarakat desa.

e). Total of Meaning
            Perempuan-perempuan yang berasal dari rakyat jelata itu ternyata adalah perempuan perkasa, perempuan teladan, mereka berjuang mencari nafkah tanpa mengenal lelah, mereka menjadi tumpuan hidup penduduk desa perbukitan, bahkan sampai ke kota-kota sekitarnya.













2.2.3        Analisis Struktural Puisi Menyesal karya Ali Hasjmi

MENYESAL

Pagiku hilang sudah melayang,
Hari mudaku sudah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi

Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu, miskin harta

Ah, apa guna kusesalkan
Menyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma

Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan di hari pagi
Menuju arah padang bakti.

1. Unsur Fisik/Unsur Lahir
a). Bunyi
·         Versifikasi
Rima akhir pada bait :
            Bait 1 : / ng-gi-ng-gi (abab) /
            Bait 2 : / i-a-i-a (abab) /
                        Ritma puisi berupa pemenggalan baris-baris puisi menjadi dua bagian (dua frasa)
            pagiku hilang / sudah melayang
            hari mudaku / sudah pergi
            kini petang / datang membayang
            batang usiaku / sudah tinggi
            b). Kata
·         Kata Depan dan Imbuhan

Pagiku hilang sudah me;layang,
Hari mudaku sudah pergi
Kini petang datang me
(m);bayang
Batang usiaku sudah tinggi

Aku lalai
(di); hari pagi
Beta lengah
(di); masa muda
Kini hidup me
;racun hati
Miskin ilmu, miskin harta

Ah, apa guna kusesalkan
Me
(ny);sesal tua tiada berguna
Hanya me
(n);tambah luka sukma

Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan
(di) hari pagi
Me
(n);tuju arah padang bakti.

·         Simbol atau Lambang
1). pagiku hilang sudah melayang : lambang alam
                        2). kini petang  datang membayang : lambang alam
·         Majas
Majas Metafora :
Ø  Batang usiaku sudah tinggi
Ø  Aku lalai di hari pagi
            c). Baris/ Larik
Jumlah baris pada bait pertama dan kedua sama. Sedangkan bait ketiga jumlah barisnya sama dengan bait keempat. Pada baris terakhir tiap bait terdapat tanda titik.
            d). Bait
                        Pada bait pertama dan kedua jumlah barisnya sama yaitu 4 baris
                        Pada bait ketiga dan keempat jumlah barisnya sama yaitu 3 baris.
            e). Tipografi
Tipografi puisi ini adalah tipografi puisi konvensional, artinya tidak menyimpang dari tipografi puisi pada umumnya.

2. Unsur Lapis Makna
a). Sense
            Lewat puisi “Menyesal” penyair menggambarkan tentang pentingnya pendidikan, tampak pada penyesalan tokoh aku yang lengah di waktu muda,waktu tua hidupnya sengsara, miskin ilmu dan miskin harta.
     Parafrase :
            Tokoh aku dalam puisi tersebut menyatakan penyesalannya. Dulu waktu masih muda ia tidak memanfaatkan waktu dengan baik untuk mencari ilmu. Kini penyesalannya datang ketika ia sudah tua. Hidupnya sengsara karena ia miskin ilmu dan miskin harta. Namun ia menyadari, penyesalan itu tiada berguna, hanya akan menambah luka hatinya. Ia berharap kepada para generasi muda, agar memanfaatkan masa muda mereka dengan baik.

b). Subject Matter
            Puisi ini menggambarkan tentang penyesalan karena sewaktu masih muda tidak memanfaatkan waktu dengan baik, tampak pada pernyataan tokoh aku yang mengungkapkan dirinya lengah di masa muda, kemudian ketika tua hidupnya sengsara.

c). Feeling
            Perasaan penyair pada waktu menciptakan puisi ini ialah sedih karena penyesalan yang ia rasakan. Namun ia menyadari penyesalan itu tidak berguna. Ia berharap para generasi muda memanfaatkan masa mudanya dengan baik, dengan mencari ilmu yang sungguh-sungguh.

d). Tone
            Sikap penyair terhadap pembaca adalah minta belas kasih (memelas). Nada demikian dipergunakan penyair untuk mensugesti pembaca agar tidak mencontoh tokoh (aku lirik) yang dikisahkan dalam puisi tersebut.

e). Total of Meaning
Pada waktu muda sebaiknya waktu digunakan dengan baik khususnya untuk mencari ilmu, untuk bekal di masa depan. Menyesal di waktu tua itu tiada gunanya.

















2.2.4        Analisis Struktural Puisi “Perahu Kertas” karya Sapardi Djoko Damono

PERAHU KERTAS

Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas
dan kaulayarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang,
dan perahumu bergoyang menuju lautan.

“Ia akan singgah di Bandar-bandar besar,” kata seorang
lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan
berbagai gambar warna-warni di kepala. Sejak itu
kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari
perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.
Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah
Banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit”

1.      Unsur Fisik/Unsur Lahir
a). Bunyi
Dalam puisi “Perahu Kertas” terdapat rima dalam sekaligus asonansi pada bait pertama baris pertama : Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas. Pada bait pertama baris ketiga terdapat rima dalam sekaligus aliterasi : dan perahumu bergoyang menuju lautan.

b). Kata
·         Kata Depan dan Imbuhan
Waktu masih kanak-kanak kau; me(m);buat perahu kertas.
dan kaulayarkan; (di); tepi kali; alirnya sangat tenang,
dan perahumu (ber);goyang me(n);tuju laut;(an).

“Ia akan singgah (di); Bandar-bandar besar,” kata seorang
lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan
(ber);bagai gambar warna-warni (di); kepala. Sejak itu
kau pun me(n);tunggu kalau-kalau ada kabar dari
perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.
Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah
Banjir besar dan kini (ter);dampar (di); sebuah bukit”


·         Simbol atau Lambang
1). dan perahumu bergoyang menuju lautan : simbol alam
                        2). dan kaulayarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang : simbol alam
                                3). “Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini
      terdengar di sebuah bukit” : simbol alam

·         Majas
Ada penggunaan majas dalam puisi “Perahu Kertas”, yaitu pada bait pertama baris pertama :
a)  majas alusio : Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas.
b) majas metafora : “Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit” (mengandung makna ketulusan dan keikhlasan lewat sikap seorang anak dan Nabi Nuh ketika menyelamatkan umat manusia dari banjir besar).


c). Baris/larik
Pada puisi “Perahu Kertas” mirip seperti prosa karena pada awal kalimat menggunakan huruf capital dan menggunakan tanda baca.

d). Bait
Dalam satu bait dengan bait yang lain tidak sama jumlah barisnya.

e). Tipografi
Puisi “Perahu Kertas” bentuknya mirip prosa, tepi kanan tidak teratur, banyak menggunakan tanda baca, di awal kalimat menggunakan huruf kapital dan di akhir kalimat menggunakan tanda titik seperti prosa.



2.      Unsur lapis makna
a). Sense
Lewat puisi “Perahu Kertas” penyair menggambarkan tentang ketuhanan yaitu ketulusan dan keikhlasan manusia dalam mengabdi kepada Tuhan.

Parafrase :
Sewaktu masih (kecil) kau membuat perahu dari kertas. Perahu itu dilayarkan di tepi kali yang airnya sangat tenang. Angin menggoyangkan perahu itu, lalu membawanya hingga ke laut lepas. Seorang lelaki tua yang melihat perahu itu mengatakan bahwa perahu itu akan singgah di pelabuhan-pelabuhan besar dan ramai. Kau lirik sangat gembira mendengar berita itu. Dengan perasaan bahagia dan senang kau lirik pulang kerumahnya. Sejak saat itu kau lirik selalu menunggu kabar tentang perahu yang selalu ada dalam ingatanya. Akhirnya kau lirik mendengar juga kabar dari seseorang yang sangat tua, Nuh, namanya. Kata lelaki tua itu, perahu itu sudah di pergunakan untuk menyelamatkan manusia dan makhluk hidup lainnya dalam sebuah banjir besar. Sekarang perahu itu terdampar di sebuah pulau.

b). Subject matter
Puisi ini menggambarkan tentang perilaku manusia dalam mengabdi/mencari ridho Allah di dunia dengan tulus dan ikhlas yang dalam puisi ini tampak pada sikap seorang anak yang menunggu kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindunya itu.

c). Feeling
Sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran dalam puisi tersebut adalah tulus dan ikhlas dalam mengabdikan dirinya kepada Tuhan.

d). Tone
Sikap penyair terhadap pembaca adalah masa bodoh yang berarti tidak melibatkan pembaca.



e). Total of meaning
Masa kecil merupakan masa paling indah untuk di kenang. Di waktu kecil manusia melakukan sesuatu sesuai dengan hati nurani tanpa di pengaruhi unsur lain. Semua di lakukan dengan penuh keikhlasan& kepolosan. Ketika dewasa, pasti mengalami kerinduan akan masa kecil yang penuh dengan kegembiraan
Perahu kertas merupakan lambang pengapdian manusia kepada Tuhan. Manusia melakukan sesuatu yang diperintahkan Tuhan, tapi belum tentu semua yang dilakukan itu di terima oleh Tuhan, Semua tergantung niat. Ibarat sebuah perahu yang berlayar di lautan lepas, angin dan gelombang sangat menentukan sampai tidaknya perahu itu ketujuan.
Dalam puisi ini penyair berusaha menyampaikan bahwa pengabdian manusia kepada Tuhan atau sesama haruslah seperti sikap seseorang anak dalam puisi di atas, polos, ikhlas dan suci. Pengabdian yang di lakukan harus dilandasi oleh niat yang tulus. Juga harus membersihkan diri dari napsu duniawi.
Penyair juga menyertakan kisah-kisah masa lampau atau cerita-cerita rakyat dalam puisi ini. Dalam perahu kertas kekhasan itu terdapat dalam usaha penyair memasukkan kisah Nabi Nuh ketika menggunakan perahu untuk menyelamatkan umat manusia dari banjir besar sebagai latar puisi.



2.2.5        Analisis Struktural Puisi “Dongeng Sebelum Tidur” karya Goenawan Mohamad

DONGENG SEBELUM TIDUR
“Cicak itu, cintaku, berbicara tentang kita.
Yaitu nonsens.”
Itulah yang dikatakan baginda kepada permaisurinya, pada malam itu. Nafsu di ranjang telah jadi teduh dan senyap merayap antara sendi dan sprei.
“Mengapakah tak percaya? Mimpi akan meyakinkan seperti matahari pagi.”
Perempuan itu terisak, ketika Anglingdarma menutupkan kembali
kain ke dadanya dengan nafas yang dingin, meskipun ia mengecup rambutnya.
Esok harinya permaisuri membunuh diri dalam api.
Dan baginda pun mendapatkan akal bagaimana ia harus melarikan diri –dengan pertolongan dewa-dewa entah dari mana– untuk tidak setia
“Batik Madrim, Batik Madrim, mengapa harus, patihku? Mengapa harus seorang mencintai kesetiaan lebih dari kehidupan dan sebagainya dan sebagainya?’
1.      Unsur Fisik/Unsur Lahir
a). Bunyi
·         Versifikasi
Rima berupa pengulangan bunyi pada setiap baris dijumpai dalam puisi ini dan berfungsi sebagai musikalitas. Sedangkan rima akhir tidak dijumpai.
Ritma puisi berupa pembicaraan Anglingdarma yang diulang-ulang sehingga mengikat bait-bait berikutnya.
            b). Kata
·         Kata Depan dan Imbuhan
“Cicak itu, cintaku, (ber);bicara tentang kita.
Yaitu nonsens.”
Itulah yang (di);katakan baginda kepada permaisurinya, pada malam itu. Nafsu (di); ranjang telah jadi teduh dan senyap me;rayap antara sendi dan sprei.
“Mengapakah tak percaya? Mimpi akan me;yakink;an seperti matahari pagi.”
Perempuan itu (ter);isak, ketika Anglingdarma me(n);tutupkan kembali
kain ke dadanya dengan nafas yang dingin, meskipun ia me(ng);kecup rambutnya.
Esok harinya permaisuri me(m);bunuh diri dalam api.
Dan baginda pun me(n);dapat;(kan) akal bagaimana ia harus me;lari;(kan) diri –dengan (per);tolong;(an) dewa-dewa entah dari mana– untuk tidak setia
“Batik Madrim, Batik Madrim, mengapa harus, patihku? Mengapa harus seorang me(n);cinta;(i) (ke);setia;(an) lebih dari (ke);hidup;(an) dan sebagainya dan sebagainya?’

·         Simbol atau Lambang
1). Dan senyap merayap antara sendi dan sprei : lambang alam
·         Majas
1). Personifikasi : senyap merayap antara sendi dan sprei.
2). Simile/perbandingan : mimpi akan meyakinkan seperti matahari pagi.
            c). Baris/ Larik
                        Jumlah baris tiap bait berbeda. Terdapat banyak tanda baca dalam puisi tersebut.
            d). Bait
                        Puisi ini terdiri atas tujuh bait. Masing-masing : 2, 3, 2, 3, 1, 3, dan 3 baris.
            e). Tipografi
Tipografi puisi ini adalah tipografi puisi konvensional, hanya ada sedikit perbedaan dari puisi biasa yakni adanya pembicaraan langsung dan adanya bait yang hanya terdiri atas satu baris. Ada juga bait yang terdiri atas dua dan tiga baris yang membubuhkan tanda titik di tengah baris. Hal ini digunakan penyair untuk menguraikan cerita yang kait-mengait.

2.      Unsur Lapis Makna
a). Sense
            Lewat puisi “Dongeng Sebelum Tidur” penyair menggambarkan tentang pendidikan yang bersifat filosofis, yaitu tentang seseorang yang mempunyai ilmu yang luar biasa, dimana ilmu tersebut bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia dan dunia, namun juga sering menjadi sumbr malapetaka baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
     Parafrase :
            Prabu Anglingdarma mahir bahasa binatang. Menjelang tidur dengan permaisurinya, raja mendengar percakapan cikcak yang lucu, kemudian tersenyum. Permaisuri yang tidak mengerti makna pembicaraan cikcak itu mengira bahwa raja menertawakannya. Raja tidak boleh menceritakan rahasia pengetahuannya tentang bahasa binatang itu sebab ia akan mendapat kutukan dewa apabila menceritakannya. Oleh karena itu, permaisuri merasa diremehkan dan bunuh diri. Anglingdarma merasa berdosa. Pengembaraan panjang dilalui dan patihnya yang setia, Batik Madrim, mencari rajanya yang mengembara itu.

b). Subject Matter
            Puisi ini menggambarkan tentang manusia (Anglingdarma) yang memiliki ilmu yang luar biasa. Namun ilmu itu justru menjadi sumber malapetaka kepada orang yang dicintainya (permaisuri).

c). Feeling
            Perasaan penyair ikut terharu oleh peristiwa ini. Peristiwa yang dalam dunia modern banyak dijumpai, menyebabkan penyair hanyut dalam pertanyaan: mengapa harus? Jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki adalah bukti bahwa pengetahuan manusia di satu pihak menyempurnakan manusia dan kemanusiaan namun di lain pihak telah menghancurkan manusia dan kemanusiaan.

d). Tone
            Nada dan suasana bercerita diberi aksentuasi memberikan pendidikan atau menggurui kepada pembaca. Cerita yang disampaikan mengandung petuah bagi pembacanya. Penyair mengajak pembaca berpikir kreatif, mendobrak kesombongan sia-sia dan kemunafikan.

e). Total of Meaning
            Ilmu yang dimiliki seseorang bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia dan dunia, namun juga sering menjadi sumber malapetaka baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
                        Kemudian ada 3 hal yang ditafsirkan dalam puisi ini, yaitu :
(1)   Pemimpin hendaknya mampu membedakan tugas rumah tangga dan tugas dinasnya.
(2)   Keterbukaan antara suami istri akan menimbulkan sikap saling percaya, sehingga tidak terjadi hambatan komunikasi yang sering berakibat fatal (dalam hal ini istri bunuh diri)
(3)   Kesombongan yang tidak beralasan hendaknya dipikirkan betul-betul. Apakah kesetiaanitu segala-galanya, sehingga manusia mengorbankan kehidupan dan lain-lainnya demi kesetiaan itu.






BAB III
PENUTUP


3.1  Simpulan
Dalam puisi pertama yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil”, penyair berusaha menyampaikan bahwa kegagalan cinta itu menyebabkan seseorang seolah kehilangan segala-galanya. Cinta yang sungguh-sungguh, dapat menyebabkan seseorang menghayati apa arti kegagalan itu secara total.
            Pada puisi kedua yang berjudul “Perempuan-Perempuan Perkasa”, penyair mengungkapkan kekagumannya kepada perempuan-perempuan desa yang berjuang mencari nafkah tanpa mengenal lelah, yang menjadi tumpuan hidup penduduk desa perbukitan, bahkan sampai ke kota-kota sekitarnya.
            Sedangkan pada puisi ketiga, “Menyesal”, penyair ingin menasehati pembaca bahwa masa muda sebaiknya digunakan dengan baik khususnya untuk mencari ilmu, untuk bekal di masa depan. Menyesal di waktu tua itu tiada gunanya.
            Makna yang terkandung pada puisi keempat yang berjudul “Perahu Kertas” adalah pengabdian manusia kepada Tuhan harus dilakukan dengan ketulusan dan keikhlasan.
            Sedangkan makna yang terkandung pada puisi kelima yang berjudul “Dongeng Sebelum Tidur” ialah ilmu yang dimiliki seseorang bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia dan dunia, namun juga sering menjadi sumber malapetaka baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

3 komentar:

  1. thanks ya.....
    lumaya buat contekan hehehe
    http://ghofar1.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah contekan buat apa nih? Kalau untuk referensi silakan, jangan lupa cantumkan sumber :)

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus